02 Februari 2009

Mural Amoral di Salatiga

Dahulu mural identik dengan geng, tiap kali ada corat-coret di tembok pagar ataupun fasilitas umum yang terlihat nama geng dengan cat semprot kemudian di tutup, di coret atau di silang di ganti nama geng yang lain, terus berulang-ulang nggak ada habis-habisnya sampai kotor sekali tembok itu. Sampai-sampai pemilik tembok atau pagar harus menutup dengan cat berulang-ulang. Barangkali inilah yang terjadi pada kota kota di Indonesia, bahkan di dunia. Sehingga wajah kota menjadi kotor tidak menarik.

Sekarang mural menjadi bagian dari seni dan menjadi bagian wajah kota. Bukan lagi nama geng tetapi ekspresi seni dengan berbagai pesan untuk disampaikan. Bahkan di jogja anak sekolah di suruh membuat mural di dinding sekolahnya sebagai bagian dari identitas sekolahnya. Bermunculan komunitas-komunitas mural yang seakan akan berlomba-lomba mengekspresikan dirinya di sudut-sudut ruang kota, menjadi bagian dari landmark kota dan budaya kota.


Mural di Jl.Atmo Suharjan/Kalinongko membawa pesan pelestarian sumber daya air dari komunitas TUK saat festival air beberapa waktu lalu

Di Jogja, mural sudah berkembang tidak hanya pada komunitas mural, tetapi sudah merambah pada sektor bisnis advertising. Tiang-tiang di kolong Fly over janti di komersilkan menjadi space iklan oleh Produsen Rokok dengan mural iklan rokok.


Mural gaya PLN di lingkungan Lapangan Pancasila

Di Salatiga, barangkali lebih maju lagi, mural menjadi ajang berpolitik, di simpang Jalan Sukowati dan Jalan Semeru sudah beberapa bulan ini muncul mural kampanye partai, lengkap dengan wajah-wajah pemimpinnya.


Mural Kampanye di Simpang Jl Sukowati dan Johar, Salatiga

Apakah mural sebagai ruang publik telah begitu mudahnya dijual belikan bahkan dipolitisir, seakan akan menjadi tidak bermoral/Amoral?

10 komentar:

  1. sudahlah anak muda memang dr sononya emang gitu
    yg jadi pertanyaan seharusnya siapa yang melahirkan generasi muda spt itu? uwong tuwone dewe to...so yg bertanggungjawab ya uwong tuwone iku...jgn hanya menyalahkan mural...mural itu cuma gejala dari masalah sosial yg bisa lebih dlm lagi...tanpa mural kita tak tahu kejiwaan generasi muda kita....semakin baik kejiwaan kawula muda semakin bertanggungjawab mural yg dihasilkan

    BalasHapus
  2. mural itu positif, asal bukan untuk geng bukan untuk kampanye politik, dan tidak di jual untuk iklan rokok. Kalau mural berpihak pada publik tanpa ada tendensi baru ok...

    BalasHapus
  3. yg namanya publik itu banyak mas...bisa ormas bisa parpol...publik yg mana nih????...kalo boleh usul biarkan saja mural beraroma politik toh itu bagian dari pembelajaran politik!!!..IQ masyarakat kita emang baru segitu jgn sok cerdas kaya einstein di kampungnya darwin...biarkan masyarakat yg menilai dan akhirnya akan menghakimi

    BalasHapus
  4. yang jelas publik itu bukan hanya untuk satu parpol, yang jadi masalah, apakah mural kampanye itu dalam masa kampanye atau tidak, bagaimana panwaslu? memang susah ya kalau mau maju, yang jadi alasan mesti kebodohan masyarakat, asal jangan ada pembodohan aja ya..

    BalasHapus
  5. ruang publik itu milik bersama jangan diperjual belikan, jangan dimiliki sendiri, dibuka akses 24 bagi masyarakat tanpa batasan, itu ruang publik.

    BalasHapus
  6. aahh...apa bisa...bila yg buat mural anak SMA muralnya pasti lain bila yg buat PNS bila disatukan bisa amburadul yg satu senang-senang yg satu mikirin gimana caranya hutang artinya mural itu "dimiliki oleh siapa yg duluan Nyoret"dan dibatasi oleh "tidak boleh menyoret yg sudah ada coretan"...belum lagi bila temanya tidak sesuai dengan lingk sekelilingnya bisa terkesan kumuh tuh

    BalasHapus
  7. wah gak nyimak nih.....kan ada komunitasnya, yang koordinir ya komunitasnya, gak bisa asal gitu, ada wilayah-wilayahnya itu ada aturannya, kalau perlu di buat perda mural...he..he...

    BalasHapus
  8. nah itu yg gue maksud bebas ya bebas tp gak boleh melanggar hak org lain....bravo kang Nur aku salut padamu

    BalasHapus
  9. ikutan koment ah...
    soal mural politik, dari sisi peraturan aja sudah jelas, Jl Letjen Sukowati itu dilarang untuk kampanye termasuk penampakan atribut partai... kalo ngelanggar, ya harus kena sanksi, yang kasih sanksi kan bisa siapa saja, termasuk pencinta keindahan kota yang punya hak memilih...
    Mural Salatiga bagus2 saja... termasuk yang buatan anak sekolah... tetapi memang lebih bagus yang teratur dengan nilai seni yang lebih bermutu... macam di pilar flyover di Yogyakarta, Jakarta atopun Surabaya...

    BalasHapus
  10. Ada yang bisa corat coret rumah saya? Seni yang memukau. tolong corat coret dinding rumah saya please...

    BalasHapus